Disadari atau tidak, efek panjang pasca pembelajaran daring berdampak pada munculnya berbagai bentuk gangguan perilaku, antara lain game addict, internet addict, tingginya perilaku agresifitas, rendahnya kompetensi social (Machmudah, 2022) & emosi (sosem) siswa dari berbagai tingkat satuan pendidikan mulai pra sekolah sampai menengah atas serta loss learning character. Guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan kompetensi sosem siswa sebagai bagian dari pembelajaran  karakter terutama untuk AUD.

Beberapa bentuk gangguan perilaku tersebut bersumber dari  ketidak mapuan individu memahami, mengekspresikan & meregulasikan emosinya secara tepat dalam relasi sosial (Bracket & Rivers dalam Hughes, 2020 & Machmudah, 2022).

Anak-anak usia pra sekolah sekarang menunjukkan perilaku yang cenderung agresif, seperti memukul jika merasa tidak senang, melontarkan kata-kata umpatan, dan lain sebagainya. Sebenarnya hal ini tidak mengherankan, mengingat tayangan TV dan Youtube-pun banyak menunjukkan adegan kekerasan sehingga perilaku bermasalah pada awal masa kanak-kanak yang biasa muncul dalam bentuk perilaku agresif, tidak patuh, dan perasaan yang negatif, dan hal ini telah menjadi pusat perhatian dam penelitian klinis, pendidikan maupun perkembangan (Marakovitz, & Newby, 2016). Deskripsi di atas merupakan efek panjang pasca pandemic.

Untuk membangun relasi sosial yg bermakna memerlukan keterampilan sosial (Gimpel & Merrell, 2018). Literasi emosi, menjadi dasar dari pembentukan social skill & berkontribusi terhadap keefektifan fungsi individu dalam lingkungannya. Literasi emosi menggambarkan kecakapan pribadi, social & emosional yg mendasari individu dalam membangun relasi yg sehat & memiliki daya adaptasi (Machmudah, 2022). Pengembangan literasi emosi merupakan upaya preventif terhadap kemungkinan munculnya berbagai bentuk gangguan perilaku. Oleh karena itu perlu diajarkan sejak usia dini, selain sebagai upaya preventif juga sebagai upaya untuk menstimulasi ketercapaian aspek perkembangan social emosi anak baik di sekolah dan di rumah. Namun berdasarkan studi awal tercatat 65% guru PAUD di wilayah Sidoarjo belum  memahami konsep literasi emosi, 80% diantaranya belum memahami  & belum tahu bagaimana harus mengajarkan Literasi emosi pada siswanya, 15% mengetahui konsep literasi emosi.

Gambaran di atas mengandung arti, Guru Paud memerlukan pengembangan kompetensi dalam mengajarkan literasi emosi pada siswa. Oleh karena itu Workshop & pendampingan Pengembangan Literasi Emosi menjadi solusi tepat untuk mengatasinya. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah para pendidik PAUD yang sudah tercatat sebagai PSP (Program Sekolah Penggerak) Kurikulum Merdeka Angkatan 2 di wilayah Sidoarjo. Kegiatan ini dilakukan karena Sekolah PSP dijadikan contoh program pengimbasan bagi sekolah-sekolah lain disekitarnya yang belum menjadi Sekolah PSP.

Kegiatan workshop ini menggunakan metode Experential Learning dengan menggunakan alur tahapan belajar MERDEKA, meliputi Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Refleksi Terbimbing, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi antar materi. Aksi Nyata. Sedangkan indikator keberhasilan untuk peserta workshop menggunakan pencapaian JeDeKreSI (Jelaskan, Demonstrasikan, Kreasikan, Sebarkan dan Implementasikan) materi Literasi Emosi dalam variasi model pembelajaran Anak Usia Dini di kelas.

oleh: Machmudah, S.Psi., M.Psi.