Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) kembali mencatatkan prestasi akademik dengan menambah satu lagi guru besar. Prof. Dr. Syamsul Ghufron, M.Si., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Bahasa Indonesia dalam upacara yang digelar Kamis (22/5) siang di Auditorium Kampus B Unusa, Jalan Jemursari 57 Surabaya.

Acara pengukuhan berlangsung khidmat dan disaksikan oleh pimpinan universitas, para dosen, mahasiswa, keluarga, serta tamu undangan dari berbagai lembaga pendidikan.

Prof. Ghufron, yang lahir di Mojokerto pada 27 September 1965, telah mengabdikan diri di dunia pendidikan sejak awal 1990-an. Ia dikenal luas atas dedikasinya dalam pengembangan ilmu pragmatik, sosiolinguistik, serta metode pembelajaran bahasa Indonesia di tingkat perguruan tinggi. Karya-karyanya banyak memberi kontribusi dalam pembaruan kurikulum dan strategi pembelajaran Bahasa Indonesia.

Dalam pidato pengukuhannya yang bertajuk “Bahasa Indonesia sebagai Media Pendidikan Karakter Rahmatan Lil Alamin: Integrasi Nilai dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”, Prof. Ghufron menyoroti peran strategis bahasa sebagai instrumen pembentukan karakter bangsa.

“Bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai wahana untuk menanamkan nilai-nilai luhur yang mencerminkan karakter bangsa yang inklusif, religius, dan penuh kasih,” ujarnya di hadapan para hadirin.

Ia menekankan perlunya pendekatan pembelajaran bahasa yang tidak hanya fokus pada aspek linguistik, melainkan juga mengintegrasikan nilai-nilai etis, sosial, dan spiritual. Model pembelajaran seperti ini, menurutnya, telah lama menjadi bagian dari sistem pendidikan pesantren di Indonesia.

Salah satu poin penting dalam pidatonya adalah konsep Rahmatan lil Alamin (RA) yang dijadikan landasan pengembangan karakter melalui pembelajaran bahasa. “Setiap unsur bahasa, mulai dari fonologi hingga sintaksis, bisa menjadi media untuk menanamkan nilai-nilai moral yang universal,” jelasnya.

Rektor Unusa, Prof. Dr. Achmad Jazidie, M.Eng., dalam sambutannya memberikan apresiasi atas kontribusi Prof. Ghufron terhadap pengembangan ilmu dan karakter mahasiswa.

“Unusa bangga memiliki sosok seperti Prof. Ghufron. Beliau adalah akademisi yang tidak hanya kuat dalam keilmuan, tetapi juga mendalam dalam nilai-nilai kehidupan yang disampaikannya melalui bahasa,” ungkap Rektor.

Menariknya, Prof. Ghufron memulai orasi ilmiahnya bukan dengan deretan pencapaian pribadi, melainkan dengan refleksi mendalam dari QS Al-Mujadilah ayat 11 dan pernyataan yang menggugah: “Apa yang saya tekuni tidak disebut dalam hadis. Yang disebut hanyalah: Khoirukum man ta‘allama al-Qur’āna wa ‘allamahu.” Sebuah pengakuan yang justru menjadi cermin ketawadhuan seorang ilmuwan.

Namun sebagaimana ditegaskan dalam tafsir Quraish Shihab, ayat tersebut membagi derajat orang beriman menjadi dua: mereka yang beriman dan beramal, serta mereka yang berilmu dan mengajarkannya. Ilmu, termasuk yang ditekuninya—ilmu bahasa—selama dipakai untuk mencerdaskan, menanamkan nilai, dan membangun peradaban, tetap bernilai ibadah sosial (ijtima‘iyyah) yang tinggi.

Sikap rendah hati Prof. Ghufron dalam menempatkan keilmuannya menjadi contoh nyata akhlak ilmuwan muslim: tidak sekadar menguasai pengetahuan, tetapi juga menghidupkannya dengan keikhlasan dan kebermanfaatan bagi sesama.

Kini, di masa produktifnya, Prof. Ghufron tetap aktif berkarya sambil menikmati waktu bersama keluarga tercinta. Sebagai ayah dari tiga anak dan kakek dari tiga cucu, ia mengaku banyak mendapatkan inspirasi dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan yang lintas generasi.

Dengan pengukuhan ini, Prof. Ghufron resmi menyandang gelar akademik tertinggi dan diharapkan terus menjadi panutan bagi sivitas akademika Unusa dalam mengembangkan keilmuan yang berpijak pada nilai, budaya, dan kemaslahatan umat.