Surabaya – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) menggelar webinar nasional dengan tema tantangan dan strategi memotivasi anak menjelang berakhirnya belajar dari rumah (BDR), Jumat (11/12).

Acara ini menghadirkan pemateri Wakil Rektor satu Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof. Kacung Marijan PhD, Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Isa Ansori S.Pd., M.Pd, dan Konselor Puspaga Kota Surabaya Linda Hartanti S.Psi.

Pada masa pandemi covid-19 yang melanda selama sembilan bulan membuat Indonesia mengalami stunting di bidang pendidikan. Oleh karena itu perlu dibuatkan sebuah intervensi yang tepat agar kondisi ini tidak terjadi terus menerus.

“Stunting bidang pendidikan menyebabkan asupan gizi pembelajaran yang biasanya 100 persen menjadi 50 persen saja di masa pandemi,” ungkap Wakil Rektor satu Unusa, Prof. Kacung Marijan Ph.D, Jumat (11/12).

Dengan kondisi ini maka orang tua memang dituntut untuk mampu mendampingi anak-anaknya dalam pembelajaran di rumah. Esensi belajar itu berawal dari rumah terlebih dahulu, kemudian berlanjut belajar di sekolah. “Jadi sebenarnya belajar dari rumah (BDR) bukanlah hal baru karena selama ini anak-anak belajar dari rumah terlebih dahulu baru ke sekolah,” katanya.

Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur, Isa Ansori S.Pd., M.Pd mengatakan selama pandemi anak kehilangan masa belajarnya. Kegiatan belajar dari rumah (BDR) selama ini kurang efektif karena beberapa faktor salah satu kurangnya adalah orang tua memahami situasi anak-anak sehingga banyak kasus orang tua emosional saat mengajar anak di rumah. “Padahal di masa pandemi, orang tua memegang peranan penting proses belajar dari rumah,” jelasnya.

Dengan memahami kebutuhan anak maka ruang penerimaan anak ketika diajari orang tua akan lebih besar. “Misalkan anak suka sekali main ponsel, maka bagaimana orang tua memberikan nilai tambah tersebut kepada anak. Misalkan memilihkan tayangan-tayangan yang lebih berkualitas dan membentuk karakter anak,” ungkap Isa.

Minimnya pemahaman kebutuhan belajar anak ternyata juga dialami oleh pendidik. Hal ini terlihat munculnya keluhan guru cenderung hanya sekedar memberikan tugas-tugas saja selama BDR. Sehingga banyak keluhan muncul anak enggan berpartisipasi aktif, anak mematikan video saat pembelajaran via zoom dan sebagainya. “Kalau anak tidak peduli, tidak perhatian atau tidak terlibat berarti ada persoalan menyajikan materi pembelajaran kepada anak. Itu yang harus jadi introspeksi bagi pendidik bagaimana agar materi disukai anak-anak,” ujarnya.

Sementara itu, Konselor Puspaga Kota Surabaya, Linda Hartanti S.Psi menuturkan ada beberapa strategi agar anak tidak malas saat pembelajaran. Yaitu, tetap bergerak aktif, fokus pada tujuan, membuat daftar kepentingan. “Melakukan olahraga ringan tiap 15 menit sekali,” katanya.

Strategi lain adalah memberikan penghargaan pada diri sendiri atas capaian belajar yang telah dicapai, memotivasi diri lewat buku bacaan tentang kisah tokoh sukses, membuat jadwal harian, membuat pola hidup teratur. “Selain itu, kita harus membiarkan diri ini bahagia agar bisa menumbuhkan semangat belajar. Dan yang terpenting, jauhkan diri dari kasur, rebahan. Karena itu pasti menimbulkan rasa malas belajar,” katanya.

Linda menambahkan hingga saat ini belum ada kepastian bahwa belajar dari rumah akan benar-benar di akhiri. Dia pun tetap mengingatkan protokol kesehatan harus tetap ditegakkan baik pembelajaran offline maupun online. “Tetap ingat pesan Ibu : pakai masker, menjauhi kerumunan dan mencuci tangan,” pungkasnya. (sar humas)