Oleh: Novi Rahmania Aquariza, M.Pd.
Dosen S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA)
Juni 2025 menjadi momentum penting bagi Program Studi S1 Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (UNUSA) melalui pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Pasegan Asri, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Kegiatan tersebut bertujuan memberdayakan pemuda Karang Taruna agar mampu berperan sebagai penggerak pendidikan di lingkungannya sendiri.
Program ini diberi nama “Karang Taruna Mengajar”, sebuah inisiatif yang muncul dari keprihatinan terhadap kondisi literasi anak-anak desa yang menurun pasca pandemi. Banyak anak yang belum lancar membaca dan menulis, sementara di sisi lain, pemuda desa memiliki semangat tinggi untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Potensi inilah yang kemudian diarahkan menjadi kekuatan nyata dalam bidang pendidikan.
Pada tahap awal, para pemuda Karang Taruna sempat menunjukkan keraguan. Mengajar bukanlah hal yang biasa mereka lakukan. Namun, melalui pendekatan yang hangat dan dukungan pelatihan, keyakinan perlahan tumbuh. Mereka disiapkan bukan untuk menjadi guru formal, melainkan sebagai teman belajar yang mampu menciptakan suasana menyenangkan bagi anak-anak.
Pelatihan berlangsung selama tiga minggu dengan materi yang berfokus pada metode mengajar kreatif, strategi membangun motivasi belajar anak, serta pembuatan media ajar sederhana. Kegiatan ini mengajarkan cara mengoptimalkan bahan-bahan yang mudah ditemukan di sekitar, seperti kardus bekas untuk kartu huruf, potongan kertas untuk papan kata, dan lagu anak-anak untuk memperkenalkan kosakata bahasa Inggris dasar. Pendekatan ini menumbuhkan rasa percaya diri para pemuda sekaligus memperlihatkan bahwa pendidikan dapat dimulai dari hal-hal kecil yang sederhana.
Saat sesi praktik dimulai, balai desa yang biasanya sepi berubah menjadi ruang belajar yang hidup. Anak-anak belajar dengan gembira, bernyanyi, menulis, dan bermain bersama. Tidak ada batas kaku antara pengajar dan peserta belajar. Semua larut dalam suasana kekeluargaan yang membuat proses belajar terasa alami. Setiap sore, anak-anak datang dengan antusias, menanti giliran mengikuti permainan edukatif dan latihan membaca.
Perubahan yang terjadi terlihat nyata. Anak-anak menjadi lebih percaya diri dalam berbicara dan membaca. Salah satu momen yang paling berkesan adalah ketika seorang siswa kelas dua SD berhasil membaca kalimat lengkap untuk pertama kalinya di depan teman-temannya. Sorak tepuk tangan memenuhi ruangan. Para pemuda Karang Taruna yang mendampingi tampak terharu menyaksikan hasil kerja keras mereka.
Program ini juga berhasil menumbuhkan nilai-nilai sosial di kalangan pemuda. Tanggung jawab, kesabaran, dan kepedulian menjadi bagian dari proses belajar yang mereka alami. Melalui kegiatan ini, mereka memahami bahwa menjadi agen perubahan tidak selalu harus dilakukan dalam skala besar. Kehadiran dan ketulusan mereka sudah cukup memberi dampak berarti bagi anak-anak desa.
Kepala Desa Pasegan Asri, H. Supriyadi, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap inisiatif tersebut. Menurutnya, kegiatan ini tidak hanya membantu anak-anak dalam meningkatkan kemampuan literasi, tetapi juga memperkuat karakter sosial pemuda desa. Pemerintah desa berkomitmen untuk memberikan dukungan agar program ini dapat berlanjut secara mandiri di masa mendatang.
Untuk menjaga keberlanjutan program, disusun modul pembelajaran sederhana yang berisi panduan kegiatan literasi, ide permainan edukatif, serta cara membuat media belajar murah dan ramah anak. Modul ini diharapkan menjadi pedoman bagi Karang Taruna untuk tetap mengajar secara konsisten meski pendampingan dari pihak kampus telah berakhir.
Kegiatan “Karang Taruna Mengajar” menjadi wujud nyata pelaksanaan tridarma perguruan tinggi dalam bidang pengabdian masyarakat. Melalui kegiatan ini, hubungan antara akademisi dan masyarakat semakin kuat. Program tersebut menunjukkan bahwa pendidikan berbasis komunitas dapat menjadi strategi efektif dalam meningkatkan literasi dan memperluas akses belajar di tingkat desa.
Balai Desa Pasegan Asri kini dikenal sebagai ruang belajar baru yang terbuka untuk semua. Anak-anak belajar dengan penuh semangat, sementara para pemuda menemukan makna baru dalam pengabdian sosial. Semangat kolaborasi ini membuktikan bahwa perubahan sosial dapat tumbuh dari kepedulian lokal yang tulus. Pendidikan sejatinya tidak selalu dimulai dari ruang kelas. Selama masih ada keinginan untuk berbagi ilmu dan menumbuhkan harapan, setiap sudut desa dapat menjadi ruang belajar yang hidup. Dari Pasegan Asri, lahir sebuah pelajaran penting: pemberdayaan pemuda adalah langkah awal menuju masyarakat yang cerdas, peduli, dan berdaya. ***
Komentar Terbaru