Abstrak
Penelitian ini menelaah efektivitas Digitalisasi Finger Blending sebagai pendekatan pembelajaran multisensori dan metakognitif dalam meningkatkan literasi dasar, kelancaran membaca, dan keterlibatan kognitif siswa Generasi Z. Melalui desain kuasi-eksperimen campuran dengan 60 siswa sekolah dasar, penelitian ini membandingkan efektivitas Finger Blending dan fonik tradisional. Hasil analisis kuantitatif (SPSS 27) menunjukkan peningkatan signifikan pada kesadaran fonemik, kemampuan decoding, dan kelancaran membaca pada kelompok eksperimen dengan skor rata-rata meningkat dari 66,4 menjadi 90,3. Analisis kualitatif menunjukkan peningkatan keterlibatan kognitif, berpikir kritis, dan motivasi siswa. Hasil ini menegaskan bahwa Finger Blending merupakan pendekatan efektif dan menarik bagi pembelajar digital-native, sesuai dengan kebutuhan pembelajaran interaktif abad ke-21.
Kata kunci: Finger Blending, Kesadaran Fonemik, Integrasi Literasi Digital
Abstract
This study examines the effectiveness of Digitalizing Finger Blending as a multisensory and metacognitive instructional approach to improving foundational literacy, reading fluency, and cognitive engagement among Generation Z learners. Using a mixed-method quasi-experimental design involving 60 elementary students, the study compared the Finger Blending method with traditional phonics instruction. Quantitative findings (SPSS 27) revealed significant improvements in phonemic awareness, decoding skills, and reading fluency, with mean scores increasing from 66.4 to 90.3 in the experimental group. Qualitative data indicated enhanced cognitive engagement, critical thinking, and motivation. These findings suggest that Finger Blending is an engaging and effective alternative to traditional phonics instruction, aligning with the interactive and digital learning preferences of modern learners.
Keywords: Finger Blending, Phonemic Awareness, Digital Literacy Integration
Pendahuluan
Tingkat literasi global masih menjadi perhatian utama, dengan jutaan anak belum menguasai kemampuan membaca dasar (UNESCO, 2020). Kesadaran fonemik—kemampuan mengenali dan memanipulasi bunyi dalam kata—merupakan prediktor kuat keberhasilan membaca awal (National Reading Panel, 2000). Namun, pendekatan fonik tradisional cenderung monoton dan kurang menarik, menyebabkan keterlibatan belajar rendah (Blevins, 2006).
Finger Blending, sebagai strategi multisensori, mengintegrasikan gerakan jari dalam proses penggabungan fonem (Adams, 2019; Hulme & Snowling, 2009). Dengan demikian, siswa tidak hanya mendengar dan melihat huruf, tetapi juga merasakan hubungan antara bunyi dan simbol secara fisik. Integrasi metode ini ke dalam media digital seperti aplikasi berbasis sentuhan memperkuat keterlibatan kinestetik dan kemandirian belajar (Miller & Warschauer, 2014; Neumann & Neumann, 2017).
Kajian Pustaka
Dalam konteks Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing (EFL), pembelajaran bahasa melibatkan empat keterampilan utama: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis (Nunan, 2019). Kesadaran fonemik menjadi dasar penting bagi kemampuan membaca (Cutting & Scarborough, 2019).
Pendekatan multisensori seperti Finger Blending terbukti memperkuat jalur visual, auditori, dan kinestetik yang saling terhubung dalam otak (Birsh & Carreker, 2018). Melalui pengalaman belajar yang aktif dan fisik, siswa lebih mudah memahami dan mengingat hubungan bunyi-huruf.
Selain itu, integrasi teknologi pendidikan telah memberikan peluang baru bagi pengajaran EFL. Teknologi digital memungkinkan personalisasi, umpan balik real-time, dan pengalaman belajar yang menarik (Dörnyei & Ushioda, 2017). Kombinasi antara prinsip fonik multisensori dan media digital memperluas efektivitas pembelajaran literasi modern.
Metode
Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimen dengan pendekatan campuran (mixed methods). Sebanyak 60 siswa sekolah dasar dibagi menjadi dua kelompok:
- Kelompok eksperimen: menggunakan metode Finger Blending.
- Kelompok kontrol: menggunakan metode fonik tradisional.
Instrumen penelitian meliputi DIBELS, tes kelancaran membaca, lembar observasi kelas, wawancara semi-terstruktur, dan Student Engagement Scale (SES).
Analisis data dilakukan dengan uji t-berpasangan dan ANCOVA untuk data kuantitatif, sedangkan data kualitatif dianalisis menggunakan analisis tematik dan triangulasi sumber untuk memvalidasi temuan.
Hasil
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan fonemik dan decoding siswa pada kelompok eksperimen dibandingkan kelompok kontrol. Skor rata-rata kelompok eksperimen meningkat dari 61,5 menjadi 83,2, sedangkan kelompok kontrol hanya meningkat dari 60,8 menjadi 72,1.
Tingkat keterlibatan siswa pada kelompok Finger Blending mencapai 90% pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Uji statistik (t-test dan ANCOVA) menunjukkan perbedaan signifikan (p < 0,001), membuktikan bahwa pendekatan multisensori Finger Blending lebih efektif dibandingkan metode fonik tradisional.
Data kualitatif memperkuat hasil tersebut, di mana siswa menunjukkan peningkatan kesadaran metakognitif, kemampuan memperbaiki kesalahan, serta rasa percaya diri dalam membaca. Guru juga melaporkan peningkatan kemandirian dan partisipasi aktif siswa selama kegiatan membaca.
Diskusi
Finger Blending terbukti meningkatkan kesadaran fonemik dan kemampuan decoding melalui pengalaman multisensori yang menggabungkan gerakan, bunyi, dan visualisasi. Proses ini menstimulasi berpikir kritis, mendorong siswa untuk menganalisis bunyi, mengidentifikasi kesalahan, dan mengoreksi secara mandiri.
Pendekatan ini sejalan dengan teori embodied cognition, yang menekankan bahwa proses berpikir dipengaruhi oleh aktivitas fisik (Sousa, 2016). Gerakan jari dalam Finger Blending membantu siswa “merasakan” struktur kata dan memperkuat koneksi antara memori motorik dan memori fonologis.
Bagi Generasi Z, pembelajaran interaktif seperti ini relevan dengan kebiasaan digital mereka (Twenge, 2017). Finger Blending yang dikombinasikan dengan media digital menjadikan proses belajar lebih menyenangkan dan sesuai karakteristik pelajar modern.
Kesimpulan
Digitalisasi Finger Blending terbukti efektif dalam meningkatkan literasi dasar, kelancaran membaca, dan keterlibatan kognitif siswa Generasi Z. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat kemampuan fonemik dan decoding, tetapi juga menumbuhkan motivasi, kesadaran metakognitif, serta kemandirian belajar. Metode ini sangat potensial diintegrasikan ke dalam pengajaran fonik berbasis teknologi sebagai strategi pembelajaran inklusif abad ke-21
Edi Pujo Basuki¹, Tiyas Saputri², Mujad Didien Afandi³, Muhammad Naufal Afif Pratama⁴*
¹²³⁴ Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya, Indonesia
E-mail: edi.pujo@unusa.ac.id
Komentar Terbaru